Sekelompok orang kristiani Amerika mengunjungi seorang pendeta di
Kolkata (dulu: Kalkuta-Red), India. Mereka ingin melihat bagaimana ia
melayani penduduk miskin di daerah kumuh. Selang beberapa hari,
mereka prihatin melihat sang pendeta setiap hari mengayuh sepeda
menyusuri kota yang panas dan berdebu. Di akhir kunjungan, mereka
ingin membelikannya mobil bekas. Namun, sang pendeta menolak rencana
itu. Mengapa? Ia berkata, "Lebih baik uang sebanyak itu kita pakai
untuk melayani orang miskin. Hidup saya sudah cukup nyaman."
Rasa cukup itu relatif. Paulus merasa berkecukupan "asal ada makanan
dan pakaian" (ayat 8); sebaliknya, guru-guru palsu di Efesus selalu
merasa kekurangan. Mereka sampai memanfaatkan pelayanan ibadah
sebagai alat pencari keuntungan (ayat 5). Rasa cukup muncul dari cara
orang memandang hidup. Orang yang gandrung mengumpulkan harta baru
puas jika sudah punya segalanya. Padahal harta tak akan habis
dikejar. Akibatnya, ia selalu merasa kekurangan. Sebaliknya, orang
yang sadar bahwa harta itu fana, tak bisa dibawa mati, akan mencari
yang lebih bernilai kekal. Baginya mencari Tuhan dan menaati
perintah-Nya lebih utama dari mengumpulkan harta. Ini membuatnya
merasa cukup dengan apa yang ada.
Adakah sebuah benda yang sangat ingin Anda miliki akhir-akhir ini?
Benarkah Anda sangat memerlukannya atau sekadar ingin punya? Bisakah
Anda hidup bahagia tanpanya? Memiliki harta benda tidaklah salah,
tetapi jangan biarkan ia memiliki Anda. Jangan sampai kepuasan dan
kebahagiaan hidup Anda ditentukan olehnya
Suka Mikirin Seks... Gimana Cara Mengatasinya?
-
Diusia remaja ini banyak dari kita yang sering banget pikirannya selalu
mengarah ke seks. Kalau lagi melamun yang dipikirin seks. Duh kalau sudah
begitu ba...
14 tahun yang lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar